Jumat, 07 Oktober 2016



BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang terakhir yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah mencakup segala aspek kehidupan manusia yang berlaku bagi seluruh umat manusia di seluruh penjuru dunia. Di dalam Agama Islam mempunyai hukum-hukum yang harus dipatuhi yaitu Hukum Islam. Dimana pengertian Hukum Islam adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada umat-Nya sebagai penuntun dari problematika kehidupan manusia yang telah terbaur dengan kemodernsasian  agar tidak melanggar dari ketentuan yang dijarkan Islam. Dengan maraknya masa modernisasi, globalisasi, dan adat/kebudayaan sekarang ini, membuat manusia sulit untuk menelaah apakah Hukum Islam yang berlaku di dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan Hukum Islam yang berlaku dalam Islam? Hal ini dapat menimbulkan kontravensi di dalam kehidupan masyarakat.
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memberikan informasi serta wawasan kepada teman teman mahasiswa  mengenai Apakah Hukum Islam itu, Sumber-Sumber Hukum Islam, dan Fungsi dari Hukum Islam. Semoga dengan ini masyarakat jauh lebih mengetahui tentang Hukum Islam dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.



BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian, Fungsi dan Tujuan Syariah Sebagai Sistem Hukum Islam
1.      Pengertian Hukum Syariah Islam
Secara etimologis, kata hukum bermakna “menetapkan sesuatu pada yang lain”. Sedangkan menurut istilah hukum adalah titah Allah yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf, baik berupa tuntunan, pilihan maupun wadh’i.
Sedangakan hukum Islam adalah hukum yang ditetapkan Allah melalui wahyu-Nya, yang kini terdapat dalam Al-Qur’an dan dijelaskan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulnya, melalui sunah beliau yang kini terhimpun dengan baik dalam kitab-kitab hadis.
Hukum islam sebagai hukum yang bersumber dari Din al Islam sebagai suatu sistem hukum dan suatu disiplin ilmu.
Syariah secara etimologi (asal kata) berarti sumber air atau jalan yang lurus. Sedangkan secara terminologi, syariah adalah kumpulan norma Illahi yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia, juga hubungan manusia dengan alam, dan norma-norma ini sudah pasti benar dan lurus. Syariah ialah peraturan-peraturan yang diciptakan Allah, atau yang diciptakannya pokok-pokoknya supaya manusia berpegang kepadanya dalam berhubungan dengan Tuhan, saudara sesama manusia, saudara sesama muslim atau non muslim, serta hubungannya dengan alam seluruhnya dan hubungannya dengan kehidupan ini.
2.      Fungsi Syariah Islam
Fungsi syari’ah adalah sebagai jalan atau jembatan untuk semua manusia dalam berpijak dan berpedoman. Selain itu ia menjadi media berpola hidup di dunia agar sampai ke kampung tujuan terakhir (akhirat) dan tidak sesat. Dengan kata lain agar manusia dapat membawa dirinya di atas jalur syari’at sehingga pada gilirannya dia akan hidup teratur, tertib dan tentram dalam menjalin hubungannya baik dengan Khalik (pencipta) yang disebut hablum minallah, hubungan dengan sesama manusia yang disebut hablum minannas, serta hubungan dengan alam lingkungan lainnya yang disebut hablum minal alam. Hubungan yang baik ini akan mempunyai nilai ibadah, dan tentu dengan menjalankan ibadah yang baik berupa ibadah langsung (mahdzah) ini akan membuahkan predikat baik dari Allah dan pada akhirnya akan hasanah fi dunya dan hasanah fil akhirat sehingga dia selamat di dunia dan di akhirat itulah yang menjadi tujuan semua manusia yang beriman.
Manusia dalam hidupnya terkait dengan fungsi syari’ah pada garis besarnya ada dua macam yaitu:
§  Manusia sebagai hamba di mana harus menghambakan dirinya di hadapan Khaliq (Allah SWT).
§  Manusia sebagai khalifah di muka bumi (mengurus dan mengatur tatanan hidup dan kehidupan).
Dan tentu jika hidup berpola pada syari’ah tersebut, akan melahirkan kesadaran berperilaku sesuai dengan dua fungsi tersebut di atas di mana sebagai hamba mempunyai tugas beribadah, sesuai dengan firmanNya :
َمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah Ku”. QS Adz-Dzariyaat : 56.
Selain itu, manusia juga sebagai khalifah di muka bumi, maka ia memiliki tugas untuk melaksanakan amanat Allah sesuai dengan firmanNya :
إِنَّا عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا ٱلْإِنسَٰنُ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًۭا جَهُولًۭا
Sesungguhnya telah kami amanatkan kepada langit, bumi, gunung-gunung namun mereka enggan untuk memikulnya, maka manusia menyanggupi untuk memikulnya amanat tersebut tetapi mereka berbuat aniaya dan berbuat bodoh. QS. Al-Ahzab : 33.

Oleh sebab itu maka supaya manusia menjalankan fungsi sebagai khalifah di muka bumi maka Allah telah menurunkan syari’at Islam yang berguna untuk mengantarkan manusia guna mendapat ridhoNya supaya mendapatkan kebahagiaan yang hakiki sesuai dengan ayat Al-Qur’an tersebut di atas. Adapun ringkasnya fungsi tersebut di atas adalah untuk membuat kehidupan yang ma’rufat(kebaikan) serta mewujudkan keadilan sesuai dengan firmanNya :
إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَٰنِ وَإِيتَآئِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ وَٱلْبَغْىِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. QS. An-Nahl : 90. 

3.      Tujuan Hukum Syariah Islam
Adapun tujuan hukum Islam secara umum adalah untuk mencegah kerusakan manusia dan mendatangkan kemaslahatan bagi mereka serta mengarahkan mereka pada kebenaran. Hal itu dimaksudkan untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat kelak, dengan jalan mengambil segala manfaat dan mencegah yang madlarat yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan manusia. Abu Ishaq al- Shatibi merumuskan lima tujuan hukum Isalam, yakni memelihara Agama, jiwa, akal, keteurunan, dan harta yang disebut (Maqashid al-khamsah).

B.     Pembagian Hukum Syariah Islam
            Ketentuan syar’i terhadap para mukhalaf itu ada tiga bentuk yaitu, tuntutan, pilihan dan wadh’i. Ketentuan yang dinyatakan dalam bentuk tuntutan disebut hukum taklifi, yang dalam bentuk pilihan disebut takhyiri, sedangkan yang memperngaruhi perbuatan taklifi disebut wadh’i.
1.      Hukum Taklifi
Yang dimaksud dengan hukum taklifi adalah ketentuan-ketentuan hukum yang menuntut para mukhalaf untuk mengerjakan atau meninggalkannya. Hukum taklifi sebagaimana telah diuraikan, yaitu wajib, mandub, haram, makruh dan mubah.
a.       Wajib, yaitu perintah yang harus dikerjakan. Jika perintah tersebut dipatuhi (dikerjakan), maka yang mengerjakannya akan mendapat pahala, jika tidak dikerjakan maka ia akan berdosa.
b.      Mandub, yaitu ketentuan-ketentuan syari’ tentang berbagai amaliyah yang harus dikerjakan mukallaf dengan tuntutan yang tidak mengikat. Dan pelakunya diberi imbalan pahala tanpa ancaman dosa bagi yang meninggalkannya.
c.       Haram, yaitu tuntutan syari’ kepada orang-orang mukallaf untuk meninggalkan sesuatu yang dilarang untuk dikerjakan dengan imbalan pahala bagi yang mentaatinya dan imbalan dosa bagi yang melanggarnya.
d.      Makruh, yaitu ketentuan syara’ yang menuntut mukallaf untuk meninggalkannya dengan tuntutan yang tidak mengikat. Meninggalkan perbuatan makruh memperoleh imbalan pahala, sementara pelanggaran terhadap ketentuan tersebut tidak menimbulkan dosa.
e.       Mubah, yaitu sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan. Jika dikerjakan tidak berdosa, begitu juga jika ditinggalkan.
2.      Hukum Takhyiri
Hukum takhyiri adalah ketentuan Tuhan yang memberi peluang bagi mukallaf untuk memilih antara mengerjakan atau meninggalkannya. Dalam pembahasan ilmu ushul hukum takhyiri biasa disebut dengan mubah. Ketentuan mubah biasanya dinyatakan syari’ dalam tiga bentuk, yaitu dengan manafsirkan dosa pada perbuatan yang dimaksud, dengan ungkapan penghalalan, dan dengan tidak ada pernyataan apa-apa tentang perbuatan yang dimaksud.
3.      Hukum Wadh’i
Hukum wadh’i yaitu ketentuan sebagai pertanda ada atau tidak adanya hukum taklifi. Yakni ketentuan-ketentuan yang dituntut syari’ untuk ditaati dengan baik, karena mempengaruhi terwujudnya perbuatan-perbuatan taklif lain yang terkait langsung dengan ketentuan wadh’i tersebut.
Hukum wadh’i itu ada tiga :
a.          Sabab, adalah sesuatu yang nampak jelas yang dijadikan sebagai penentu adanya hukum. Seperti masuknya waktu shalat yang menjadi sebab adanya kewajiban shalat. Oleh sebab itu, sejauh waktunya belum tiba, kewajiban shalat tersebut belum ada.
b.         Syarath, sesuatu yang terwujud atau tidaknya suatu perbuatan amat tergantung kepadanya. Dan jika syarath ini tidak terpenuhi, maka perbuatan taklifinya pun secara hukum tidak terwujud. Namun tidak berarti bahwa setiap syarath ada hukum. Berbeda dengan sabab, karena setiap sabab ada hukumnya.
c.          Mani’, merupakan suatu keadaan atau perbuatan hukum yang dapat menghalangi perbuatan hukum lain. Adanya mani’ tersebut membuat ketentuan lain menjadi tidak dapat dijalankan. Dengan demikian mani’ itu tidak lebih dari sebab yang menghalangi pelaksanaan ketentuan hukum atau sebab yang bertentangan dengan sebab lain yang mendukung terlaksananya suatu perbuatan hukum.

C.     Sumber Hukum Syariah Islam
Hukum islam secara garis besar mengenal dua macam sumber hukum, pertama sumber hukum yang bersifat “naqliy” dan sumber hukum yang bersifat “aqliy”. Sumber hukum naqliy ialah al-quran dan al-sunah, sedangkan sumber hukum aqliy ialah hasil usaha menemukan hukum dengan mengutamakan olah pikiran dengan beragam metodenya yaitu ijma’ sahabat. Sumber hukum aqliy yang mengutamakan olah pikir ini terkait erat dengan istilah “fiqh” dan perkembangan penerapan hukum islam di berbagai dunia tak terkecuali Indonesia.
        Al-quran dan Al-sunah sebagai sumber ilmu syariah secara garis besar mecakup tiga hal :
1.       Hukum yang berkenaan dengan aqidah atau keimanan.
2.       Hukum etika (akhlak) yang mengatur bagaimana seharusnya orang itu berbuat kebaikan dan meninggalkan keburukan.
3.       Hukum praktis (amaliyah) yang mengatur perbuatan, ucapan, perikatan, dan berbagai tindakan hukum seseorang.




BAB III
PENUTUP
 Kesimpulan
Bedasarkan pembahasan di atas dapat diketahui, bahwa sumber hukum Islam memberi
kemungkinan pada umat Islam, untuk selalu melakukan pengkajian hukum islam sesuai  dengan dinamika kehidupan social masyarakat. Hal itu disebabkan antar lain karena Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber utama hukum Islam penunjukkannya banyak yang dhanni. Oleh karena itu menjadi kewajiban umat Islam untuk selalu berijtihad, supaya dapat memecahkan berbagai persoalalan yang muncul dalam kehidupan dengan pendekatan kekinian dan kemodernan.
Dalam melakukan Ijtihad sebagai upaya memecahkan problematika kehidupan social perlu memerhatikan beberapa hal yaitu: pertama jiwa hukum Islam yakni mewujudkan kemaslahatan dan memecahkan kemelaratan, kedua hukum Islam yakni memelihara agam, jiwa, akal, keturunan, dan harta, ketiha asas pembinaan hukum Islam anatar lain tidak memberatkan, keseimbangan antara aspek keduniaan dan keakhiratan, serta menerapkan hukum secara bertahap.
Apabila umat Islam Indonesia mau melakukan pengkajian hukum Islam dengan memerhatikan beberapa hal seperti tersebut di atas, maka kontribusi umat Islam dalam perumusan hukum nasional yang bernafaskan hukum Islam semakin besar. Di samping itu berbagai problematika hukum Islam yang muncul dalam kehidupan sosial dapat dipecahkan dengan tepat.

abdu al-hamid Hakim, al-Bayan, (Jakarta : Sa’adiyah P Putra, 1972)
Dede rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1996)
Abd Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, (Jakarta : Jakarta, 2010)
Abd Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, (Jakarta : Jakarta, 2010)
Dede rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1996)
Harun Nasution, Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya Jilid II, (Jakarta : Universitas Indonesia (UI-press), 2012),